Salam Dapodik News.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator dalam mengukur kemajuan sebuah wilayah atau negara, pengukuran ini sudah diakui secara global serta mempunyai rumus tersendiri dalam menentukan maju tidaknya daerah atau negara. (Baca: Inilah 3 Standar Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Sebagai Ukuran Kemajuan Bangsa)
Pernah dengar Kabupaten Nduga di Papua? Itu adalah kabupaten baru yang terletak di tengah pedalaman provinsi Papua, lokasinya terpencil, tidak ada akses jalan raya kesana. Kalau mau kesana, harus naik pesawat isi 30 orang dari Jayapura ke Timika. Dan dari Timika naik pesawat isi 8 orang menuju Nduga, mendarat di bandara dengan landasan rumput.
Tarif pesawat dari Nduga ke Timika, 25 juta/pesawat, dan hanya jalan seminggu dua kali. Pilotnya kebanyakan orang asing, yang diorganisir oleh lembaga misionaris. Dari pusat kabupaten ke distrik (istilah kecamatan disana), tidak ada jalan raya, pilihannya ada dua, menyusuri hutan, atau naik pesawat capung.
Kabupaten Nduga termasuk dengan IPM terendah di Papua, padahal Papua termasuk terendah di NKRI. Sekolah ada, tapi sekolah alam, tanpa ada bangunan, tanpa ada kelas. Jadi boro-boro mau pakai kurikulum 2013, kurikulum 1945 pun masih belum berjalan. (Baca: Presiden Jokowi Dituntut Wajar 12 Tahun Segera Diwujudkan Untuk Memenuhi Janji Nawacita)
Listrik belum ada, masih mengandalkan genset. Tapi genset cuma ada di RSUD, rumah bupati. Karena 1 liter bensin/solar bisa Rp 40.000,00. Makan mie rebus disana Rp 30.000,00 semangkok. Kalau haus? Ada Aqua 600ml 25.000 sebotol.
Di Nduga sinilah harga semen sekitar 1.5 juta satu sak. Kalau di Jayapura, sebenarnya nggak terlalu mahal. Tapi karena semen harus diangkut menggunakan pesawat kecil, harganya menggila. Rumah yang di Jawa harga 200 juta, disana bisa 3 Milyar.
Pada umumnya untuk mengubah sebuah variabel awal dalam penghitungan IPM terdapat rumus baku yang telah diakui, sebagai contoh , kepada sebuah index bebas antara 0 dan 1 (yang memperbolehkan indeks yang berbeda untuk ditambahkan sebagai satu kesatuan), formula yang digunakan adalah sebagai berikut:Pada umumnya untuk mengubah sebuah variabel awal, sebagai contoh, kepada sebuah index bebas antara 0 dan 1 (yang memperbolehkan indeks yang berbeda untuk ditambahkan sebagai satu kesatuan), formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
Masyarakat di Nduga, termasuk yang tidak peduli dengan gonjang-ganjing politik, pengalihan subdisi dll. Karena jalan raya nyaris tidak ada, kendaraan pun juga sangat langka. Pernah didrop mobil Puskesling, tapi ndongkrok, karena waktu itu Pemerintah Pusat nggak ngecek, padahal waktu itu sama sekali belum ada jalan raya.
Itu adalah wajah negeri kita juga, jangan cuma melihat silaunya Pulau Jawa. Merekalah target pembangunan, baik infrastruktur ataupun manusianya. Jadi kalau warga Jawa dibebani dengan beban sedikit lebih berat, asalkan memang hasilnya dipakai untuk membantu pembangunan disana, seharusnya tidak keberatan. Karena kita satu bangsa. (Baca: Inilah 4 Profesi Diyakini Menjadi Tulang Punggung Ekonomi Dan Daya Saing Bangsa)
Setelah kita mengetahui serta membandingkan keadaan yang terjadi di Kabupaten Nduga Papua dengan daerah yang kita tempati sekarang, akan memacu dalam perbaikan tarap hidup dan pembangunan masyarakat dan Negara kita tercinta.
Demikianlah Informasi ini kami sampaikan, semoga bermanfaat..! (Disarikan dari laman ISPI)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator dalam mengukur kemajuan sebuah wilayah atau negara, pengukuran ini sudah diakui secara global serta mempunyai rumus tersendiri dalam menentukan maju tidaknya daerah atau negara. (Baca: Inilah 3 Standar Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Sebagai Ukuran Kemajuan Bangsa)
Pernah dengar Kabupaten Nduga di Papua? Itu adalah kabupaten baru yang terletak di tengah pedalaman provinsi Papua, lokasinya terpencil, tidak ada akses jalan raya kesana. Kalau mau kesana, harus naik pesawat isi 30 orang dari Jayapura ke Timika. Dan dari Timika naik pesawat isi 8 orang menuju Nduga, mendarat di bandara dengan landasan rumput.
Tarif pesawat dari Nduga ke Timika, 25 juta/pesawat, dan hanya jalan seminggu dua kali. Pilotnya kebanyakan orang asing, yang diorganisir oleh lembaga misionaris. Dari pusat kabupaten ke distrik (istilah kecamatan disana), tidak ada jalan raya, pilihannya ada dua, menyusuri hutan, atau naik pesawat capung.
Kabupaten Nduga termasuk dengan IPM terendah di Papua, padahal Papua termasuk terendah di NKRI. Sekolah ada, tapi sekolah alam, tanpa ada bangunan, tanpa ada kelas. Jadi boro-boro mau pakai kurikulum 2013, kurikulum 1945 pun masih belum berjalan. (Baca: Presiden Jokowi Dituntut Wajar 12 Tahun Segera Diwujudkan Untuk Memenuhi Janji Nawacita)
Listrik belum ada, masih mengandalkan genset. Tapi genset cuma ada di RSUD, rumah bupati. Karena 1 liter bensin/solar bisa Rp 40.000,00. Makan mie rebus disana Rp 30.000,00 semangkok. Kalau haus? Ada Aqua 600ml 25.000 sebotol.
Di Nduga sinilah harga semen sekitar 1.5 juta satu sak. Kalau di Jayapura, sebenarnya nggak terlalu mahal. Tapi karena semen harus diangkut menggunakan pesawat kecil, harganya menggila. Rumah yang di Jawa harga 200 juta, disana bisa 3 Milyar.
Pada umumnya untuk mengubah sebuah variabel awal dalam penghitungan IPM terdapat rumus baku yang telah diakui, sebagai contoh , kepada sebuah index bebas antara 0 dan 1 (yang memperbolehkan indeks yang berbeda untuk ditambahkan sebagai satu kesatuan), formula yang digunakan adalah sebagai berikut:Pada umumnya untuk mengubah sebuah variabel awal, sebagai contoh, kepada sebuah index bebas antara 0 dan 1 (yang memperbolehkan indeks yang berbeda untuk ditambahkan sebagai satu kesatuan), formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
Masyarakat di Nduga, termasuk yang tidak peduli dengan gonjang-ganjing politik, pengalihan subdisi dll. Karena jalan raya nyaris tidak ada, kendaraan pun juga sangat langka. Pernah didrop mobil Puskesling, tapi ndongkrok, karena waktu itu Pemerintah Pusat nggak ngecek, padahal waktu itu sama sekali belum ada jalan raya.
Itu adalah wajah negeri kita juga, jangan cuma melihat silaunya Pulau Jawa. Merekalah target pembangunan, baik infrastruktur ataupun manusianya. Jadi kalau warga Jawa dibebani dengan beban sedikit lebih berat, asalkan memang hasilnya dipakai untuk membantu pembangunan disana, seharusnya tidak keberatan. Karena kita satu bangsa. (Baca: Inilah 4 Profesi Diyakini Menjadi Tulang Punggung Ekonomi Dan Daya Saing Bangsa)
Setelah kita mengetahui serta membandingkan keadaan yang terjadi di Kabupaten Nduga Papua dengan daerah yang kita tempati sekarang, akan memacu dalam perbaikan tarap hidup dan pembangunan masyarakat dan Negara kita tercinta.
Demikianlah Informasi ini kami sampaikan, semoga bermanfaat..! (Disarikan dari laman ISPI)