Salam Dapodik News.
Kurikulum tahun 2013 menyimpan masalah yang segera untuk diselesaikan,salah satunya adalah dengan didistribusikannya buku mata pelajaran pendidikan agama yang menyimpang dari ajaran agama.
Sebelumnya, buku Pendidikan Agama Islam untuk kelas X dan XI SMAyang beredar di Jombang, Jawa Timur, sempat memicu kontroversi. Di dalam buku tersebut tertulis umat Islam boleh membunuh umat agama lain atau yang disebut kafir. Materi 'sesat' ini terdapat pada halaman 78, buku terbitan Musyawarah Guru Mata Pelajaran.
Koordinator Divisi Pendidikan Publik Center for Religious dan Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Muhammad Iqbal Ahnaf mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama menyisir materi ajaran radikal dan intoleran pada semua buku sekolah.
Kemunculan kasus pemuatan materi yang memperbolehkan orang tidak beragama dibunuh dalam buku mata pelajaran agama untuk SMA pada pekan lalu merupakan alarm peringatan. "Berarti ada yang salah dalam teknik penyusunan materi pelajaran sekolah selama ini," kata Iqbal.
Iqbal khawatir materi bermuatan gagasan radikal dan intoleran, yang menghalalkan kekerasan atas nama agama, tercecer pada banyak lembaran buku sekolah lainnya. Karena itu, menurut dia, Kementerian Pendidikan perlu mengevaluasi secara menyeluruh semua konten buku yang selama ini beredar di sekolah. "Penemuan fakta ini berkah. Ini menyadarkan keteledoran minimnya pengawasan ke isi buku-buku sekolah," ujarnya.
Iqbal menilai sebenarnya Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama telah memiliki konsep umum yang bertujuan mencegah kebangkitan gagasan radikal lewat materi pendidikan sekolah atau madrasah. Dia mencontohkan, Kementerian Pendidikan telah lama mengkampanyekan konsep pendidikan karakter, serta menyusun materi-materi yang bertujuan mengenalkan pemahaman pada kondisi multikultural di Indonesia kepada siswa dan guru di madrasah.
Namun dia menengarai pemantauan untuk implementasi kebijakan seperti itu seringkali masih minim. Akibatnya, kesalahan pada penulisan materi isi buku untuk sekolah mudah muncul. Kesalahannya bisa muncul secara mikro dalam bentuk kalimat atau paragraf.
Iqbal mencontohkan, baru-baru ini sempat ditemukan kesalahan sejenis dalam materi calon buku untuk panduan bagi guru-guru sekolah yang disusun Kementerian Agama. Pada tema mengenai politik kenegaraan dalam dunia Islam, Iqbal tidak menemukan istilah demokrasi dan Pancasila.
Iqbal mengaku justru banyak menemukan istilah khilafah dan terminologi politik pemerintahan lain yang selama ini dikampanyekan beragam kelompok berideologi Islam.
Menurut dia, pada materi itu juga tidak ada penjelasan bahwa demokrasi dan Pancasila bisa berjalan di negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia. "Saya tahu itu karena diminta Kementerian Agama menganalisis isi buku untuk guru tersebut," katanya.
Kurikulum tahun 2013 menyimpan masalah yang segera untuk diselesaikan,salah satunya adalah dengan didistribusikannya buku mata pelajaran pendidikan agama yang menyimpang dari ajaran agama.
Sebelumnya, buku Pendidikan Agama Islam untuk kelas X dan XI SMAyang beredar di Jombang, Jawa Timur, sempat memicu kontroversi. Di dalam buku tersebut tertulis umat Islam boleh membunuh umat agama lain atau yang disebut kafir. Materi 'sesat' ini terdapat pada halaman 78, buku terbitan Musyawarah Guru Mata Pelajaran.
Koordinator Divisi Pendidikan Publik Center for Religious dan Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Muhammad Iqbal Ahnaf mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama menyisir materi ajaran radikal dan intoleran pada semua buku sekolah.
Kemunculan kasus pemuatan materi yang memperbolehkan orang tidak beragama dibunuh dalam buku mata pelajaran agama untuk SMA pada pekan lalu merupakan alarm peringatan. "Berarti ada yang salah dalam teknik penyusunan materi pelajaran sekolah selama ini," kata Iqbal.
Iqbal khawatir materi bermuatan gagasan radikal dan intoleran, yang menghalalkan kekerasan atas nama agama, tercecer pada banyak lembaran buku sekolah lainnya. Karena itu, menurut dia, Kementerian Pendidikan perlu mengevaluasi secara menyeluruh semua konten buku yang selama ini beredar di sekolah. "Penemuan fakta ini berkah. Ini menyadarkan keteledoran minimnya pengawasan ke isi buku-buku sekolah," ujarnya.
Iqbal menilai sebenarnya Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama telah memiliki konsep umum yang bertujuan mencegah kebangkitan gagasan radikal lewat materi pendidikan sekolah atau madrasah. Dia mencontohkan, Kementerian Pendidikan telah lama mengkampanyekan konsep pendidikan karakter, serta menyusun materi-materi yang bertujuan mengenalkan pemahaman pada kondisi multikultural di Indonesia kepada siswa dan guru di madrasah.
Namun dia menengarai pemantauan untuk implementasi kebijakan seperti itu seringkali masih minim. Akibatnya, kesalahan pada penulisan materi isi buku untuk sekolah mudah muncul. Kesalahannya bisa muncul secara mikro dalam bentuk kalimat atau paragraf.
Iqbal mencontohkan, baru-baru ini sempat ditemukan kesalahan sejenis dalam materi calon buku untuk panduan bagi guru-guru sekolah yang disusun Kementerian Agama. Pada tema mengenai politik kenegaraan dalam dunia Islam, Iqbal tidak menemukan istilah demokrasi dan Pancasila.
Iqbal mengaku justru banyak menemukan istilah khilafah dan terminologi politik pemerintahan lain yang selama ini dikampanyekan beragam kelompok berideologi Islam.
Menurut dia, pada materi itu juga tidak ada penjelasan bahwa demokrasi dan Pancasila bisa berjalan di negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia. "Saya tahu itu karena diminta Kementerian Agama menganalisis isi buku untuk guru tersebut," katanya.