Salam Dapodik News. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, dianggap masih gagap dalam memimpin kementeriannya selama satu tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dengan kapasitasnya, ia mestinya bisa bawa Kemendikbud buat terobosan.
Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani, dia mengatakan Anies merupakan salah satu menteri profesional murni dengan tingkat tekanan politik yang sangat minim. Seperti diketahui, Anis memiliki latar belakang dari dunia pendidikan, bahkan dirinya ditopang oleh berbagai variabel kompetensi dan kepemimpinan yang tinggi, seharusnya, lanjut Ismail, Anies bisa membawa kementerian yang dipimpinnya dengan lebih baik dari sebelumnya.
"Anies adalah pemikir berintegritas yang dipilih menjadi Mendikbud, tetapi Anies masih gagap memimpin kementeriannya," ujar Ismail dalam sebuah konferensi pers di kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu, 15 November 2015.
Ismail juga mengatakan bahwa kegagapan Anies terutama dapat terlihat dari masih adanya tarik ulur dalam beberapa kebijakan, misalnya kebijakan penerapan Kurikulum 2013.
Termasuk dalam mensikapi isu paling aktual saat ini, Ismail melanjutkan, Menteri Anis yang mantan Rektor Paramadina itu dianggap belum bisa menunjukkan bagaimana peran kementeriannya dalam memberi pendidikan bagi para anak korban musibah asap. Selain itu, Kemendikbud juga dianggap telah kecolongan dengan masuknya klausul tembakau dan kretek sebagai warisan budaya bangsa.
Ismail lanjut mengatakan bahwa kegagapan utama Menteri Anies yang paling disoroti adalah belum diutamakannya konsep pendidikan karakter dan kebhinekaan dalam kurikulum pendidikan nasional. Padahal, menurutnya, konsep tersebut sebenarnya akan mampu menopang gagasan budaya Revolusi Mental yang sangat diagungkan dalam pemerintahan Joko Widodo.
"Dengan kapasitasnya, Anies semestinya mampu membawa Kemendikbud melahirkan terobosan mendasar dalam memajukan pendidikan di Indonesia," ungkap Ismail.
Ismail kemudian menambahkan, oleh karena kapasitasnya pula maka Menteri Anies mendapatkan skor yang cukup tinggi dalam studi kualitatif kinerja kabinet yang telah dilakukan SETARA Institute. Dengan skor 7,57, Anis mendapat skor tertinggi keempat dari seluruh menteri dalam kabinet kerja Jokowi JK.
Hanya saja, lanjut Ismail, skor kualitatif walaupun nilainya tinggi tidak cukup untuk dijadikan indikator prestasi kinerja. Ismail juga mengatakan bahwa masyarakat saat ini masih menunggu prestasi optimal yang bisa lahir dari potensi kinerja yang cukup tinggi.
Dengan berbagai kebijakan yang diterapkannya selama satu tahun memimpin, Ismail melihat masih adanya kegaduhan yang ditimbulkan oleh menteri Anies di kalangan dunia pendidikan, contohnya adalah penyelenggaraan ujian ulang kompetensi guru (UKG).
"Untuk meningkatkan kemampuan pengajar, sebenarnya bisa dilaksanakan program peningkatan kemampuan tanpa menghembuskan isu ujian ulang yang menimbulkan keresahan masif," ungkap Ismail.
Hal terakhir dan juga penting disoroti yaitu terkait pengimplementasian keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penghapusan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Ismail mengatakan, meskipun secara administrasi hal itu terjadi, namun faktanya dilapangan masih banyak siswa dengan potensi kemampuan mumpuni ternyata tidak bisa menikmati pendidikan dengan standar tinggi karena bekas-bekas RSBI tidak mau menerima siswa tersebut.
"Di lapangan, hanya pelang RSBI yang dicabut. Faktanya, konsep RSBI masih beroperasi," pungkas Ismail. (Sumber: viva.co.id)
Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Riset SETARA Institute, Ismail Hasani, dia mengatakan Anies merupakan salah satu menteri profesional murni dengan tingkat tekanan politik yang sangat minim. Seperti diketahui, Anis memiliki latar belakang dari dunia pendidikan, bahkan dirinya ditopang oleh berbagai variabel kompetensi dan kepemimpinan yang tinggi, seharusnya, lanjut Ismail, Anies bisa membawa kementerian yang dipimpinnya dengan lebih baik dari sebelumnya.
"Anies adalah pemikir berintegritas yang dipilih menjadi Mendikbud, tetapi Anies masih gagap memimpin kementeriannya," ujar Ismail dalam sebuah konferensi pers di kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu, 15 November 2015.
Ismail juga mengatakan bahwa kegagapan Anies terutama dapat terlihat dari masih adanya tarik ulur dalam beberapa kebijakan, misalnya kebijakan penerapan Kurikulum 2013.
Termasuk dalam mensikapi isu paling aktual saat ini, Ismail melanjutkan, Menteri Anis yang mantan Rektor Paramadina itu dianggap belum bisa menunjukkan bagaimana peran kementeriannya dalam memberi pendidikan bagi para anak korban musibah asap. Selain itu, Kemendikbud juga dianggap telah kecolongan dengan masuknya klausul tembakau dan kretek sebagai warisan budaya bangsa.
Ismail lanjut mengatakan bahwa kegagapan utama Menteri Anies yang paling disoroti adalah belum diutamakannya konsep pendidikan karakter dan kebhinekaan dalam kurikulum pendidikan nasional. Padahal, menurutnya, konsep tersebut sebenarnya akan mampu menopang gagasan budaya Revolusi Mental yang sangat diagungkan dalam pemerintahan Joko Widodo.
"Dengan kapasitasnya, Anies semestinya mampu membawa Kemendikbud melahirkan terobosan mendasar dalam memajukan pendidikan di Indonesia," ungkap Ismail.
Ismail kemudian menambahkan, oleh karena kapasitasnya pula maka Menteri Anies mendapatkan skor yang cukup tinggi dalam studi kualitatif kinerja kabinet yang telah dilakukan SETARA Institute. Dengan skor 7,57, Anis mendapat skor tertinggi keempat dari seluruh menteri dalam kabinet kerja Jokowi JK.
Hanya saja, lanjut Ismail, skor kualitatif walaupun nilainya tinggi tidak cukup untuk dijadikan indikator prestasi kinerja. Ismail juga mengatakan bahwa masyarakat saat ini masih menunggu prestasi optimal yang bisa lahir dari potensi kinerja yang cukup tinggi.
Dengan berbagai kebijakan yang diterapkannya selama satu tahun memimpin, Ismail melihat masih adanya kegaduhan yang ditimbulkan oleh menteri Anies di kalangan dunia pendidikan, contohnya adalah penyelenggaraan ujian ulang kompetensi guru (UKG).
"Untuk meningkatkan kemampuan pengajar, sebenarnya bisa dilaksanakan program peningkatan kemampuan tanpa menghembuskan isu ujian ulang yang menimbulkan keresahan masif," ungkap Ismail.
Hal terakhir dan juga penting disoroti yaitu terkait pengimplementasian keputusan Mahkamah Konstitusi tentang penghapusan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Ismail mengatakan, meskipun secara administrasi hal itu terjadi, namun faktanya dilapangan masih banyak siswa dengan potensi kemampuan mumpuni ternyata tidak bisa menikmati pendidikan dengan standar tinggi karena bekas-bekas RSBI tidak mau menerima siswa tersebut.
"Di lapangan, hanya pelang RSBI yang dicabut. Faktanya, konsep RSBI masih beroperasi," pungkas Ismail. (Sumber: viva.co.id)