Salam Dapodik News.
Perubahan dalam pelaksanaan Ujian Nasional tahun 2015 banyak ditanggapi dengan sukacita oleh banyak kalangan, dan mengundang berbagai komentar untuk kelanjutan Ujian Nasional pada tahun-tahun selanjutnya.
Jika fungsi ujian nasional direncanakan berubah hanya untuk pemetaan, seharusnya tidak perlu ada UN untuk 1-2 tahun ke depan, bahkan ujian itu tidak perlu berskala nasional. Pelaksanaannya cukup dengan menggunakan metode sampling seperti pemetaan internasional.
Ini dikemukakan Direktur Eksekutif The Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen, di Jakarta, dan beliau juga merupakan salah satu pengurus PGRI yang Kritis atas pelaksanaan UN di sekolah. “Jika dilakukan setiap tahun, program UN ini pemborosan saja,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Materi Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengumumkan tiga perubahan dalam UN yaitu:
Pertama, UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan sehingga kelulusan ditentukan sepenuhnya oleh sekolah.
Kedua, ujian dapat ditempuh beberapa kali untuk memperbaiki pencapaian standar.
Ketiga, ujian wajib diambil minimal satu kali dan dilaksanakan pada awal semester akhir.
Namun, meski tidak menjadi penentu kelulusan, hasil UN tetap digunakan sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Langkah ini dinilai masih bisa mendorong perilaku tidak jujur karena murid, guru, sekolah, atau pemerintah daerah akan tetap berlomba mengejar nilai tertinggi.
“Jika UN tidak penting dalam konteks sekarang ini, sebaiknya tidak perlu dicari-cari argumentasi agar tampak penting. Alasan awalnya UN perlu ada hanya untuk pemetaan. Belakangan ditambah untuk masuk PTN dan pertanggung jawaban kepada orangtua,” kata Abduhzen.
Dalam rencana perbaikan, Kemdikbud menyebutkan hasil UN tidak hanya akan menjadi alat pemetaan bagi pemerintah, tetapi juga bagi murid, orang tua, guru, dan sekolah. Pemetaan untuk menggambarkan capaian kopetensi murid akan disampaikan melalui surat keterangan hasil atau laporan yang lebih lengkap dengan kategorisasi.
Menurut pakar evaluasi dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta, Erlin Driana, ujian untuk menentukan kompetensi murid secara individual dan ujian untuk pemetaan sebenarnya memiliki fungsi yang berbeda sehingga desainnya pun seharusnya berbeda.
Perubahan pelaporan untuk kompetisi murid merupakan rencana yang positif untuk memberikan gambaran lebih utuh tentang capaian belajar murid. Namun, pelu diingat bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak akan berhasil jika terlalu difokuskan pada pengukuran output, karena pada prosesnya sebuah keberhasilan pendidikan akan mempengaruhi anak didik.