Salam Dapodik News. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (Plt Dirjen PAUDNI) Taufik Hanafi menegaskan agar jangan menerjemahkan peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika bagi siswa Indonesia sebagai kewajiban anak sejak dini.
Hal ini seiring dengan hasil sebuah penelitian The Program for International Student Assessment (PISA), bahwa kemampuan membaca, menulis dan matematika siswa di Indonesia menunjukkan masih ketinggalan sekitar tiga tahun dari tingkat rata-rata negara OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development).
Dari hasil penelitian ini kita jangan terjebak untuk menjejali pendidikan anak usia dini dengan pembelajaran yang mengharuskan anak lebih cepat untuk mampu membaca, menulis dan berhitung.
Dari hasil penelitian ini kita jangan terjebak untuk menjejali pendidikan anak usia dini dengan pembelajaran yang mengharuskan anak lebih cepat untuk mampu membaca, menulis dan berhitung.
Pada sisi lain, dia justru menghimbau untuk meningkatkan ketiga kemampuan tersebut dengan tiga instrumen pembelajaran yang sesuai bagi anak usia dini yaitu :
Pertama, instrumen permainan. Dirjen Taufik menjelaskan, perkembangan otak anak pada usia 0-6 tahun adalah paling pesat yaitu sebesar 50 persen. Sedangkan, sebesar 80 persen untuk perkembangan otak bagi anak berusia delapan tahun. “Oleh karena itu, kita harus menstimulasi perkembangan termasuk dengan minat baca, dan untuk anak itu dilakukan dengan proses bermain,”ujarnya.
Kedua, instrumen nyanyian. Dirjen Taufik mengungkapkan minat membaca pada anak bisa dilakukan dengan bernyanyi, sehinggga guru yang mengajar, harus bisa bernyanyi.
Ketiga, instrumen dongeng. Dirjen Taufik pun menghimbau agar meningkatkan peran orang tua pada prestasi belajar anak di sekolah. “Itu bisa dimulai dengan mengantarkan anak ke sekolah, disitu ada kesenangan sendiri untuk anak. Untuk orang tua, mereka tahu prestasi belajar siswa di sekolah, dan bisa memberikan masukan, bahkan mengambil hal baik untuk bisa dilakukan di rumah.
Pertama, instrumen permainan. Dirjen Taufik menjelaskan, perkembangan otak anak pada usia 0-6 tahun adalah paling pesat yaitu sebesar 50 persen. Sedangkan, sebesar 80 persen untuk perkembangan otak bagi anak berusia delapan tahun. “Oleh karena itu, kita harus menstimulasi perkembangan termasuk dengan minat baca, dan untuk anak itu dilakukan dengan proses bermain,”ujarnya.
Kedua, instrumen nyanyian. Dirjen Taufik mengungkapkan minat membaca pada anak bisa dilakukan dengan bernyanyi, sehinggga guru yang mengajar, harus bisa bernyanyi.
Ketiga, instrumen dongeng. Dirjen Taufik pun menghimbau agar meningkatkan peran orang tua pada prestasi belajar anak di sekolah. “Itu bisa dimulai dengan mengantarkan anak ke sekolah, disitu ada kesenangan sendiri untuk anak. Untuk orang tua, mereka tahu prestasi belajar siswa di sekolah, dan bisa memberikan masukan, bahkan mengambil hal baik untuk bisa dilakukan di rumah.