Salam Dapodik News.
Dana Abadi Pendidikan yang kita kenal sekarang ini merupakan, sistim pengelolaan dana yang menjadi alokasi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan yang disisihkan dari anggaran APBN dan dikelola oleh Kementerian Keuangan di era kepemimpinan Sri Mulyani.
Sejak tahun 2009 sudah terbentuk wacana di media massa bahwa Pemerintah berencana mengadakan dana abadi pendidikan. Hingga tahun 2013 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mendesain sebuah pengelolaan anggaran yang sedikit berbeda untuk menindaklajuti wacana tersebut.
Irisan dari dua kementerian ini adalah investasi dan pendidikan. Oleh karena itu, di dalam UU No.22/2011 tentang APBN, pos anggaran ini dinamakan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN). Definisi tentang DPPN ini tertuang dalam UU No.22/2011 tentang APBN [1] yang berbunyi sebagai berikut:
“Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) adalah anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk pembentukan dana abadi pendidikan (endowment fund) yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi yang pengelolaannya menggunakan mekanisme dana bergulir dan dana cadangan pendidikan untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam, yang dilakukan oleh BLU pengelola dana di bidang pendidikan.”
Desain DPPN ini akhirnya ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan. Desain itu juga diarahkan untuk membentuk sebuah lembaga pengelola keuangan yang menginvestasikan sejumlah dana yang diambil dari anggaran APBN dan/atau APBP Perubahan fungsi pendidikan.
Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengembangan Dana Pendidikan (LPDP) tersebut pun kini sudah terbentuk. Jika kita membaca desain alur dan tata kelola dananya, berdasar pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pengelola Dana Pendidikan , maka terbaca bahwa seluruh kegiatan pengelolaan dana hingga penyaluran dilakukan oleh kementerian keuangan. Namun, memang bukan berarti anggaran tersebut digunakan pula untuk pegawai Kemenkeu.
Ada sebuah ironi penggunaan anggaran dalam desain ini. Jika kita perhatikan sumber dananya, maka akan kita temukan bahwa dana yang diinvestasikan dan dikembangkan oleh BLU di bawah kemenkeu tersebut diambil dari anggaran pendidikan Kemendikbud. Ini adalah ironi tentang pengelolaan anggaran pendidikan yang seharusnya dikelola Kemdikbud tetapi dikelola kemenkeu. Ironinya adalah Kemdikbud tidak melakukan apa-apa terhadap dana yang “dititipkannya” itu.
Untuk tahun 2012, Pemerintah telah menyiapkan dana abadi pendidikan tersebut sebesar Rp. 10,61 Triliun. pada Tahun 2015 dana tersebut semakin bertambah menjadi sekira 20 Triliun. Kemdikbud hanya menitipkan, kemudian menyaksikan dana itu berkembang biak di kementerian keuangan dan dikelola untuk pendidikan oleh kementerian keuangan pula. Umumnya dana tersebut digunakan untuk memberikan beasiswa. Direktur Utama LPDP mengatakan bahwa hasil investasi yang digunakan untuk membiayai beasiswa. Kalau dana aslinya tidak diutak-atik.
Asumsi bahwa dana abadi yang dititipkan oleh Kemdikbud tidak berkurang — justru bertambah –, dan selisih tambahan itu digunakan untuk pendidikan oleh kementerian keuangan itu sungguh naif dan mengurangi semangat kerja Kemdikbud. Belum lagi berbicara mengenai desain ini akan mendorong kecenderungan semangat malas menjalankan program-program di Kemdikbud.
Ditengarai akan timbul pikiran-pikiran “mencari aman”: jika memang bisa diinvestasikan, mengapa tidak diinvestasikan saja di kemenkeu, sehingga tanggung jawab pelaporan anggaran dapat dilepaskan dari Kemdikbud.