Salam Dapodik News. Dihentikannya pelaksanaan kurikulum tahun 2013 tidak lepas dengan aspek ekonomi yang ditimbulkan, karena pelaksanaan kurikulum baru ini telah menghabiskan biaya yang teramat banyak yang diambil dari alokasi APBN dan APBD provinsi, Kabupaten/Kota.
Banyak sekali yang dikorbankan, bahkan cenderung menjadi sia-sia, telah banyak bentuk persiapan dan pelaksanaan yang dihentikan begitu saja sehinggga berakibat berubahnya aktivitas ekonomi, baik yang dialami pihak pemerintah, maupun yang dialami pihak swasta.
Polemik Kurikulum 2013 memicu banyak pihak bersuara. Tak terkecuali Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus PKS itu meminta agar pelaksanaan Kurikulum 2013 tak dihentikan begitu saja.
Bukan hanya karena pembahasan kurikulum itu sudah memakan waktu cukup lama, tapi juga soal biaya. Menurut Fahri, penyusunan dan pelaksanaan kurikulum yang lahir pada era pemerintahan SBY itu sudah menelan biaya banyak, salah satu contohnya dalam percetakan buku Kurikulum 2013.
"Kita kan nggak tahu aksi penghentian ini kan implikasinya berat. Penghentian itu mencakup berapa wilayah, berapa sekolah, terus level apa? Saya dengar mencapai di atas Rp 2 triliun untuk mencetak bukunya. Kalau ini masuk APBN kan hangus. Nah jangan ini sampai mubazir," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia berujar, boleh saja suatu pemerintahan ingin melakukan kebijakan baru, namun harus melihat kebijakan lama, terlebih jika hal tersebut tengah berjalan dan memakan biaya banyak.
Masih kata Fahri, jika ada kekurangan dalam Kurikulum 2013, yang harus dilakukan adalah penyempurnaan bukan disetop. "Pemberhentian ini implementasinya sangat berat, tidak bisa direm mendadak seperti Bajaj. Kan harus proses pelan-pelan," ucap dia.
Fahri menyebut, kebijakan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 seperti kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, yang menurutnya tidak menghargai pemerintahan sebelumnya.
Sedangkan bagi pihak swasta kerugian finansial banyak dialami oleh para pengusaha yang mencoba menccari peruntungan dari diberlakukannya kurikulum 2013 ini,, ada banyak produk pendukung yang diproduksi untuk pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Bagi pemerintah hal ini memang tidak banyak dijadikan pertimbangan, karena yang jadi fokus perhatian adalah di sekolah-sekolah, padahal ada banyak pihak swasta yang tidak secara resmi banyak membantu kelancaran kegiatan pembelajaran dengan kurikulum 2013.
Para pengusaha yang mencoba mencari peruntungan ini mengharapkan kepada pemerintah, untuk tidak dengan sepihak dan mendadak menghentikan sebuah kebijakan yang telah banyak membantu kelancaran usaha mereka.
Banyak sekali yang dikorbankan, bahkan cenderung menjadi sia-sia, telah banyak bentuk persiapan dan pelaksanaan yang dihentikan begitu saja sehinggga berakibat berubahnya aktivitas ekonomi, baik yang dialami pihak pemerintah, maupun yang dialami pihak swasta.
Polemik Kurikulum 2013 memicu banyak pihak bersuara. Tak terkecuali Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus PKS itu meminta agar pelaksanaan Kurikulum 2013 tak dihentikan begitu saja.
Bukan hanya karena pembahasan kurikulum itu sudah memakan waktu cukup lama, tapi juga soal biaya. Menurut Fahri, penyusunan dan pelaksanaan kurikulum yang lahir pada era pemerintahan SBY itu sudah menelan biaya banyak, salah satu contohnya dalam percetakan buku Kurikulum 2013.
"Kita kan nggak tahu aksi penghentian ini kan implikasinya berat. Penghentian itu mencakup berapa wilayah, berapa sekolah, terus level apa? Saya dengar mencapai di atas Rp 2 triliun untuk mencetak bukunya. Kalau ini masuk APBN kan hangus. Nah jangan ini sampai mubazir," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dia berujar, boleh saja suatu pemerintahan ingin melakukan kebijakan baru, namun harus melihat kebijakan lama, terlebih jika hal tersebut tengah berjalan dan memakan biaya banyak.
Masih kata Fahri, jika ada kekurangan dalam Kurikulum 2013, yang harus dilakukan adalah penyempurnaan bukan disetop. "Pemberhentian ini implementasinya sangat berat, tidak bisa direm mendadak seperti Bajaj. Kan harus proses pelan-pelan," ucap dia.
Fahri menyebut, kebijakan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 seperti kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, yang menurutnya tidak menghargai pemerintahan sebelumnya.
Sedangkan bagi pihak swasta kerugian finansial banyak dialami oleh para pengusaha yang mencoba menccari peruntungan dari diberlakukannya kurikulum 2013 ini,, ada banyak produk pendukung yang diproduksi untuk pelaksanaan kurikulum di sekolah.
Bagi pemerintah hal ini memang tidak banyak dijadikan pertimbangan, karena yang jadi fokus perhatian adalah di sekolah-sekolah, padahal ada banyak pihak swasta yang tidak secara resmi banyak membantu kelancaran kegiatan pembelajaran dengan kurikulum 2013.
Para pengusaha yang mencoba mencari peruntungan ini mengharapkan kepada pemerintah, untuk tidak dengan sepihak dan mendadak menghentikan sebuah kebijakan yang telah banyak membantu kelancaran usaha mereka.